Powered By Blogger

Selasa, 14 April 2015

Menggapai Ridha Allah

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”(Qs Al Baqarah (2) : 207)

Kata Kunci:
Ridha kepada Allah, ridha dengan Islam 
dan ridha kepada Nabi Muhammad saw.

Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Sa'id bin al-Musayyab, Abu Utsman an-Nadi, Ikrimah dan sejumlah ulama mengatakan bahwa ayat tersebut turun bekenaan dengan seseorang yang bernama Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi. Saat itu ia telah masuk Islam dan hendak berangkat hijrah ke Madinah namun ia mendapat tekanan dari para pemuka Quraisy. Keberangkatannya dihalang-halangi, ia tidak diperkenankan hijrah melainkan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya harus diserahkan kepada mereka tanpa tersisa sedikitpun. Maka tanpa ragu-ragu ia tinggalkan seluruh harta kekayaannya di Mekah. Dan dengan mantap ia berangkat ke Madinah demi mengharap ridha Allah. Kemudian ia bertemu dengan Umar bin Khattab dan sekelompok sahabat di ujung daerah Hurrah. maka mereka berkata kepadanya: "Perdagangan yang beruntung." Ia berkata: "Dan juga kalian, semoga Allah tidak menyia-nyiakan perdagangan kalian. Setelah sampai di Madinah dan bertemu dengan Rasulullah saw. beliau memujinya dengan ungkapan yang masyhur: “Rabihal bai'u Shuhaib" Perdagangan yang paling beruntung adalah perdagangan Shuhaib.

Ridha kepada Allah Di antara wujud ridha terhadap Allah sebagai Tuhan adalah ridha terhadap semua perbuatan-Nya dalam semua urusan makhluk-Nya, baik itu berupa pemberian dan penolakan, penurunan dan pengangkatan, mudarat dan manfaat.
Ridha kepada Islam Berpegang teguh kepada semua perintah-Nya, menjauhi semua larangan-Nya dan menerima semu hukum-Nya walaupun kadang bertentangan dengan hawa nafsu dan tidak sesuai dengan maslahat pribadi.
Ridha kepada Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Menjadikan kepribadian beliau sebagai idola dan suri teladan, mengikuti petunjuk beliau, menelusuri jejak beliau, berhias dengan sunah beliau, berjihad memerangi hawa nafsu supaya semua keinginannya sesuai dengan ajaran yang beliau bawa, dan mencintai beliau melebihi cintanya terhadap orangtuanya, anaknya, dirinyasendiri dan semua umat manusia.

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai dia mencintaiku melebihi cintanya kepada orangtuanya, anaknya, dan seluruh umat manusia.” (HR.Bukhari)

Daftar Bacaan

Furi, Syaikh Shafiyyur al Mubarak, Tafsir Ibnu Katsir (Judul Asli: Mishbaahul Muniir fii Tahdziibi Tafsiiri Ibni Katsiir, Penerjemah: Abu Ahsan Sirajuddin), Bogor: Pustaka Ibnu Kastir   
Qadir, Abdul, 2005. "Hakekat Tasawuf" (judul Asli: Haqaiq at-Tasawwuf, Penerjemah: Khairul Amru Harahap), Jakarta: Qishi Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar