Perkembangan
Emosi pada Remaja
Oleh:
Luqman
Masa remaja merupakan masa
transisi dari periode anak menuju periode dewasa. Keadaan emosinya berada pada tingkat yang cukup tinggi. Dalam menghadapi masalah, perilakunya terkadang berontak,
bimbang dan penuh kontradiski. Perubahan emosinya cukup menegangkan. Hal ini
diakibatkan oleh pertumbuhan fisik dalam dirinya, terutama pada organ-organ seksual.
Menurut Psikolog Tisna Chandra
bahwa remaja yang mengalami masalah biasanya dikarenakan ia tak bisa dengan
baik melalui proses transisi dari masa anak-anak menuju dewasanya. Tisna
mengungkapkan bahwa transisi remaja merupakan transisi emosi, moralitas,
pendidikan seksualitas, dan transisi dalam hubungan dengan keluarga.
Hurlock (2004) mengungkapkan
bahwa keadaan emosi pada masa remaja, secara tradisional dianggap sebagai
periode “badai dan tekanan”, yaitu suatu masa di saat ketegangan emosi meninggi
sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Sementara Menurut Daradjat
(2003) bahwa di antara sebab-sebab atau sumber-sumber kegoncangan emosi pada
remaja adalah konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi pada remaja
dalam kehidupan, baik pada dirinya sendiri, maupun dalam masyarakat umum atau
di sekolah. Seperti adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu
pengetahuan, adanya perbedaan antara nilai-nilai moral dan perilaku orang-orang
dalam kenyataan hidup, pertentangan antara nilai-nilai agama yang mereka
pelajari dengan sikap dan tindakan orang tua, para guru, para pemimpin atau
para penganjur agama. Kemudian konflik (batin) yang terjadi dalam diri sendiri
misalnya adanya dorongan-dorongan seks dengan larangan agama dan norma sosial,
rasa berdosa dan menyesal setelah melakukan tindakan menyimpang
Pola emosi remaja sama
sebagaimana pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada rangsangan
yang membangkitan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan
individu terhadap ungkapan emosi mereka (Hurlock, 2004). Artinya bahwa di usia
remaja dalam mengungkapkan emosi tidak seperti di saat ia masih kecil
(anak-anak). Ketika emosinya muncul, seperti marah, malu atau kecewa, anak
remaja sudah bisa menyembunyikan atau mengendalikannya, tidak meledak-ledak
eperti anak-anak.
Untuk mencapai kematangan emosi
seperti diungkapkan Hurlock (2004) adalah remaja harus belajar memperoleh
gambaran mengenai situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional.
Caranya adalah dengan melakukan sharing dengan orang lain di samping
pula melakukan katarsis emosi yakni dengan melakukan latihan fisik yang
berat, bermain atau bekerja, tertawa ataupun menangis[1].
Daftar Bacaan
Daradjat, Zakiah, (2003). Ilmu Jiwa Agama, Jakarta:
Bulan Bintang.
Hurlock, Alizabeth B., (2004). Psikologi Perkembangan
Suatu Pendekatan Sepanjang Kehidupan, Jakarta: Erlangga.
[1] Tertawa
ataupun menangis diyakini dapat pula dijadikan sebagai pengendali terhadap
meluapnya gejolak emosi, namun dari keduanya, sikap social terhadap perilaku
menangis kurang baik di bandingkan dengan perilaku tertawa, kecuali bila
dilakukan dengan memperoleh dukungan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar