Powered By Blogger

Rabu, 09 Mei 2012

HASUD




HASUD: Senang Melihat Orang Lain Susah,
Susah Melihat Orang Lain Senang
Oleh: Luqman[1]
                           
انّ تَمسَسكُم حَسَنَةٌ تَسُؤهُم وَان تُصبكُم سَيّئَةٌ يَفرَحُوابهَا
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati,
tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.”
(QS. Ali Imran/3:120)
Hasud dan Sejarahnya
Apa yang kita miliki belum tentu orang lain memilikinya, begitu sebaliknya apa yang orang lain punya belum tentu kita mempunyainya. Namun terkadang apa yang ada atau dimiliki orang lain yang kita tidak memilikinya, kita iri ingin juga mendapatkannya, ingin juga  menikmatinya. Jika demikian wajar saja, karena manusia memang punya keinginan. Tapi jika  keinginan kita menjadikan nikmat orang lain itu lenyap bahkan dapat mencelakakan orang yang memilikinya, maka sangatlah tidak wajar, berarti hati kita sedang mengidap penyakit hati, yaitu penyakit hasud.
Hasud adalah rasa atau sikap tidak senang melihat orang lain mendapatkan nikmat dan berusaha menghilangkan atau merusaknya bahkan mencelakakan orang yang memperoleh nikmat tersebut. Orang hasud akan merasa puas apabila orang lain tidak bisa menyaingi dirinya dalam segala hal.
Dalam sejarah peradaban manusia orang yang pertama kali memiliki sifat hasud adalah Qabil. Sifat hasudnya ditujukan kepada saudaranya Habil, sebab kurban yang dipersembahkan saudaranya itu diterima Allah SWT., sedangkan kurban persembahannya ditolak. Akibat dari hasudnya itu kemudian Qabil tega membunuh saudaranya (QS.Al-Maidah:27)
Jauh sebelum itu, kisah mengenai hasud telah ada sejak zaman azali, yaitu sejak iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Iblis hasud kepada Adam karena ia merasa paling tinggi derajatnya dibanding Adam. Bagaimana tidak, pikirnya, ia tercipta dari api dan lebih dulu ada, sementara Adam tercipta dari tanah, dan baru ada kemudian.

Pemicu dan Inidikator Hasud
Pemicu dari munculnya sifat hasud di antaranya adalah : Pertama, Cemburu (Ghairah). Habil dibunuh oleh Qabil disebabkan adanya rasa cemburu, Nabi Yusuf disingkirkan oleh saudara-saudaranya agar pisah dengan ayahnya adalah karena mereka cemburu (QS.Yusuf/12:8-9). Kabilah Quraisy memerangi Islam, sebenarnya dipicu dari kecemburuan mereka terhadap kerabat-kerabat Rasul SAW. yang telah mendapatkan kelebihan dari mereka karena kerasulan muncul dari kalangan kerabat rasul.
Kedua, Takabur, merasa diri paling luhur dan senang pada kebesaran. Iblis dilaknat oleh Allah dan keluar dari surga disebabkan kedengkiannya kepada Adam. Ia merasa lebih mulia dari Adam karena materi penciptaannya lebih tinggi dari pada materi penciptaan Adam (QS.Al-A’raf/7:11-13).
Di antara indikator orang yang mengidap penyakit hasud adalah; (1)Sedih atau susah melihat orang lain senang atau mendapatkan kebaikan; (2) Senang , atau bergembira melihat orang lain susah atau sedang mendapat bencana. QS. Ali Imran/3:120); (3) Tidak tenang atau gelisah, sibuk mencari-cari berita gosip; (4) Suka mencemarkan nama baik orang yang dianggapnya sukses supaya namanya rusak dan ia bisa meraihnya; (4) Tidak percaya diri dan selalu merasa tidak mampu mencapai apa yang ditargetkan; (5) Memiliki sifat seperti orang munafik: Suka berbohong, suka mengingkari janji,  tidak amanah; (6) Menipu jika di hadapan orang lain, mengumpat jika sudah pergi darinya, mencaci maki bila musibah tidak menimpanya; (7) Jiwanya pendendam,  jiwanya tidak rela memberikan kebaikan.

Macam-macam dan Bahaya Hasud
Menurut Al-Muhâsibi hasud terbagi dua. Pertama, hasud yang diperbolehkan dan kedua, hasud yang diharamkan. Hasud yang diperbolehkan adalah hasud dalam bersaing meraih kesuksesan (munâfasah). Seperti hasud kepada orang kaya yang dengan kekayaannya itu ia bisa menjadi dermawan, dan banyak beramal. Atau hasud kepada orang yang berilmu yang dengan ilmunya ia dapat mengajarkan dan mengamalkannya kepada yang lain.
Sedang hasud yang diharamkan adalah hasud yang bertolak dari takabur, ujub, permusuhan, dendam, riya, cinta kedudukan dan jabatan. Orang yang jiwanya takabur atau sombong tidak rela melihat orang lain melebihi dari dirinya baik dalam hal agama maupun dunia.
Adapun bahaya atau akibat yang ditimbulkan dari sifat hasud ini di antaranya adalah sebagai berikut: (1) Dapat menghapus segala kebaikan yang pernah diperbuat.
الحَسَدُ يَأكُلُ الحَسَنَات كَمَا تَأكلُ النَّارُالحَطَبَ
                                     “Hasud itu dapat memakan kebaikan sebagaimana api membakar kayu.”
(2) Menimbulkan bencana baik bagi yang mendengki (penghasud) maupun yang didengki; (3) Jiwanya tidak tenang, hidup merasa gelisah dan tidak nyaman.

Terapi Penyakit Hasud
1.    Bersikaplah qana’ah, merasa puas hati atas apa yang dimiliki.  Menurut Muhammad bin Ali At-Turmuzi bahwa qanaah maksudnya adalah jiwa yang rela terhadap pembagian rizki yang telah ditentukan. Menurut Karl Emerson bahwa, “Semua orang akan sampai pada suatu saat di mana ia mengetahui bahwa melakukan kedengkian (hasud) adalah kebodohan. Sudah seharusnya seseorang mengakui kekurangan dirinya dan menerima apa adanya sebagaimana yang dipastikan oleh Allah kepadanya.”
2.    Mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Orang terkadang lupa akan nikmat yang telah dimilikinya, padahal sebelum itu ia sangat berharap, selalu mencari, berupaya sekuat tenaga untuk memperolehnya. Namun bagaimana setelah nikmat itu diraih? ia ingin mendapatkan yang lain, menginginkan yang lebih dari itu. Ingatlah, bahwa orang yang selalu mensyukuri nikmat, Allah akan menambah nikmatnya.
3.    Mengingat asal mula kejadian dan akhir hayat manusia. Siapakah diri kita, dari mana berasal, untuk apa dihidupkan dan ke mana kita akan kembali? Jika kita benar-benar merenung, maka kita setidaknya akan tahu diri atas sikap kita.  Kita adalah makhluk Allah yang telah direncanakan kehadirannya, terbentuk dari setetes air hina yang dilahirkan dalam keadaan tak berdaya, hanya bisa menangis tidak memakai apa-apa. Dengan berjalannya waktu, kita di bimbing oleh orang-orang dekat kita, ibu-bapak, saudara, tetangga dan yang lainnya. Kita hidup di dunia ini sebenarnya tidak lain adalah hanya untuk mengabdi kepada yang menciptakan kita (QS. Adz-Dzariyat/51:56) dan menjadi pemimpin (khalifah) (QS. Al-Baqarah/2:30) yang diberi tugas untuk mengurus bumi dengan baik dan penuh tanggung jawab. Lalu setelah jatah hidup telah habis, ingatlah bahwa kita akan kembli menhadap-Nya dan mempertanggung jawabkan segala sikap dan tindakan kita.
4.    Sadarilah bahwa harta dan jabatan yang kita miliki hakekatnya bukan milik kita, tapi milik Allah SWT. Kita hanya dititipi, karena harta dan jabatan itu merupakan amanah dari-Nya. Meski kita berhak atas kepemilikannya tetapi suatu saat pasti harus kita kembalikan dan mempertanggung jawabkannya.
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia”. (At-Taubah 9:55)

Wallahu A’lam bish Shawab

Daftar Bacaan

Naisaburi, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An-, 1998. Risalah Qusyairiyah (Judul Asli: Ar-Risalah Al-Qusyairiyah, Penerjemah: Umar Faruq), Jakarta: Pustaka Amani.
Najar, Amin An-, 2004. Mengobati Gangguan Jiwa Terapi Spiritual Mengatasi Stres (At-Tashawwuf An-Nafsi, Penerjemah: Ija Suntana), Jakarta: Hikmah





[1] Guru MAN 21 Jakarta, Konselor Bekam Abat. Email: luqmanabat@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar