HASUD: Senang
Melihat Orang Lain Susah,
Susah Melihat
Orang Lain Senang
Oleh: Luqman[1]
انّ تَمسَسكُم حَسَنَةٌ تَسُؤهُم وَان تُصبكُم سَيّئَةٌ
يَفرَحُوابهَا
“Jika
kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati,
tetapi jika kamu
mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.”
(QS. Ali Imran/3:120)
Hasud dan Sejarahnya
Apa yang
kita miliki belum tentu orang lain memilikinya, begitu sebaliknya apa yang
orang lain punya belum tentu kita mempunyainya. Namun terkadang apa yang ada
atau dimiliki orang lain yang kita tidak memilikinya, kita iri ingin juga
mendapatkannya, ingin juga menikmatinya.
Jika demikian wajar saja, karena manusia memang punya keinginan. Tapi jika keinginan kita menjadikan nikmat orang lain itu
lenyap bahkan dapat mencelakakan orang yang memilikinya, maka sangatlah tidak
wajar, berarti hati kita sedang mengidap penyakit hati, yaitu penyakit hasud.
Hasud
adalah rasa atau sikap tidak senang melihat orang lain mendapatkan nikmat dan
berusaha menghilangkan atau merusaknya bahkan mencelakakan orang yang
memperoleh nikmat tersebut. Orang hasud akan merasa puas apabila orang lain
tidak bisa menyaingi dirinya dalam segala hal.
Dalam
sejarah peradaban manusia orang yang pertama kali memiliki sifat hasud adalah
Qabil. Sifat hasudnya ditujukan kepada saudaranya Habil, sebab kurban yang
dipersembahkan saudaranya itu diterima Allah SWT., sedangkan kurban
persembahannya ditolak. Akibat dari hasudnya itu kemudian Qabil tega membunuh
saudaranya (QS.Al-Maidah:27)
Jauh
sebelum itu, kisah mengenai hasud telah ada sejak zaman azali, yaitu sejak
iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Iblis hasud kepada Adam
karena ia merasa paling tinggi derajatnya dibanding Adam. Bagaimana tidak,
pikirnya, ia tercipta dari api dan lebih dulu ada, sementara Adam tercipta dari
tanah, dan baru ada kemudian.
Pemicu dan Inidikator
Hasud
Pemicu
dari munculnya sifat hasud di antaranya adalah : Pertama, Cemburu (Ghairah).
Habil dibunuh oleh Qabil disebabkan adanya rasa cemburu, Nabi Yusuf
disingkirkan oleh saudara-saudaranya agar pisah dengan ayahnya adalah karena
mereka cemburu (QS.Yusuf/12:8-9). Kabilah Quraisy memerangi Islam, sebenarnya
dipicu dari kecemburuan mereka terhadap kerabat-kerabat Rasul SAW. yang telah
mendapatkan kelebihan dari mereka karena kerasulan muncul dari kalangan kerabat
rasul.
Kedua, Takabur, merasa diri
paling luhur dan senang pada kebesaran. Iblis dilaknat oleh Allah dan keluar
dari surga disebabkan kedengkiannya kepada Adam. Ia merasa lebih mulia dari
Adam karena materi penciptaannya lebih tinggi dari pada materi penciptaan Adam (QS.Al-A’raf/7:11-13).
Di antara
indikator orang yang mengidap penyakit hasud adalah; (1)Sedih atau susah
melihat orang lain senang atau mendapatkan kebaikan; (2) Senang , atau
bergembira melihat orang lain susah atau sedang mendapat bencana. QS. Ali
Imran/3:120); (3) Tidak tenang atau gelisah, sibuk mencari-cari berita gosip;
(4) Suka mencemarkan nama baik orang yang dianggapnya sukses supaya namanya
rusak dan ia bisa meraihnya; (4) Tidak percaya diri dan selalu merasa tidak
mampu mencapai apa yang ditargetkan; (5) Memiliki sifat seperti orang munafik: Suka
berbohong, suka mengingkari janji, tidak
amanah; (6) Menipu jika di hadapan orang lain, mengumpat jika sudah pergi
darinya, mencaci maki bila musibah tidak menimpanya; (7) Jiwanya pendendam, jiwanya tidak rela memberikan kebaikan.
Macam-macam dan Bahaya Hasud
Menurut Al-Muhâsibi hasud terbagi dua. Pertama, hasud yang
diperbolehkan dan kedua, hasud yang diharamkan. Hasud yang diperbolehkan
adalah hasud dalam bersaing meraih kesuksesan (munâfasah). Seperti hasud
kepada orang kaya yang dengan kekayaannya itu ia bisa menjadi dermawan, dan
banyak beramal. Atau hasud kepada orang yang berilmu yang dengan ilmunya ia
dapat mengajarkan dan mengamalkannya kepada yang lain.
Sedang hasud yang diharamkan adalah
hasud yang bertolak dari takabur, ujub, permusuhan, dendam, riya, cinta
kedudukan dan jabatan. Orang yang jiwanya takabur atau sombong tidak rela
melihat orang lain melebihi dari dirinya baik dalam hal agama maupun dunia.
Adapun bahaya atau akibat yang ditimbulkan dari sifat hasud ini di
antaranya adalah sebagai berikut: (1) Dapat menghapus segala kebaikan yang
pernah diperbuat.
الحَسَدُ
يَأكُلُ الحَسَنَات كَمَا تَأكلُ النَّارُالحَطَبَ
“Hasud itu dapat memakan
kebaikan sebagaimana api membakar kayu.”
(2) Menimbulkan bencana
baik bagi yang mendengki (penghasud) maupun yang didengki; (3) Jiwanya tidak
tenang, hidup merasa gelisah dan tidak nyaman.
Terapi Penyakit Hasud
1. Bersikaplah
qana’ah, merasa puas hati atas apa yang dimiliki. Menurut Muhammad bin Ali At-Turmuzi bahwa qanaah
maksudnya adalah jiwa yang rela terhadap pembagian rizki yang telah
ditentukan. Menurut Karl Emerson bahwa, “Semua orang akan sampai pada suatu
saat di mana ia mengetahui bahwa melakukan kedengkian (hasud) adalah kebodohan.
Sudah seharusnya seseorang mengakui kekurangan dirinya dan menerima apa adanya
sebagaimana yang dipastikan oleh Allah kepadanya.”
2. Mensyukuri
nikmat yang telah Allah berikan. Orang terkadang lupa akan nikmat yang telah
dimilikinya, padahal sebelum itu ia sangat berharap, selalu mencari, berupaya
sekuat tenaga untuk memperolehnya. Namun bagaimana setelah nikmat itu diraih?
ia ingin mendapatkan yang lain, menginginkan yang lebih dari itu. Ingatlah,
bahwa orang yang selalu mensyukuri nikmat, Allah akan menambah nikmatnya.
3. Mengingat
asal mula kejadian dan akhir hayat manusia. Siapakah diri kita, dari mana
berasal, untuk apa dihidupkan dan ke mana kita akan kembali? Jika kita
benar-benar merenung, maka kita setidaknya akan tahu diri atas sikap kita. Kita adalah makhluk Allah yang telah
direncanakan kehadirannya, terbentuk dari setetes air hina yang dilahirkan
dalam keadaan tak berdaya, hanya bisa menangis tidak memakai apa-apa. Dengan
berjalannya waktu, kita di bimbing oleh orang-orang dekat kita, ibu-bapak,
saudara, tetangga dan yang lainnya. Kita hidup di dunia ini sebenarnya tidak
lain adalah hanya untuk mengabdi kepada yang menciptakan kita (QS. Adz-Dzariyat/51:56)
dan menjadi pemimpin (khalifah) (QS. Al-Baqarah/2:30) yang diberi tugas untuk
mengurus bumi dengan baik dan penuh tanggung jawab. Lalu setelah jatah hidup
telah habis, ingatlah bahwa kita akan kembli menhadap-Nya dan mempertanggung
jawabkan segala sikap dan tindakan kita.
4. Sadarilah
bahwa harta dan jabatan yang kita miliki hakekatnya bukan milik kita, tapi
milik Allah SWT. Kita hanya dititipi, karena harta dan jabatan itu merupakan
amanah dari-Nya. Meski kita berhak atas kepemilikannya tetapi suatu saat pasti
harus kita kembalikan dan mempertanggung jawabkannya.
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka
menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan
anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia”.
(At-Taubah 9:55)
Wallahu A’lam bish Shawab
Daftar Bacaan
Naisaburi, Abul Qasim
Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An-, 1998. Risalah Qusyairiyah (Judul
Asli: Ar-Risalah Al-Qusyairiyah, Penerjemah: Umar Faruq), Jakarta: Pustaka
Amani.
Najar, Amin An-, 2004. Mengobati
Gangguan Jiwa Terapi Spiritual Mengatasi Stres (At-Tashawwuf An-Nafsi,
Penerjemah: Ija Suntana), Jakarta: Hikmah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar